Anggaran Operasional Gubernur Capai Puluhan Miliar, Wow!

Provinsi Jawa Barat kembali menjadi sorotan setelah terungkap bahwa alokasi anggaran tahun 2025 untuk operasional Gubernur dan Wakil Gubernur mencapai sekitar Rp 28,8 miliar, atau sekitar Rp 1,5 miliar per bulan. Angka ini dikonfirmasi sendiri oleh Gubernur Dedi Mulyadi, yang menyampaikan bahwa sebagian besar dana tersebut diarahkan ke masyarakat melalui berbagai bentuk bantuan langsung.

Lebih mencengangkan, total pengeluaran rutin yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan operasional untuk gubernur dan wakilnya yang membengkak rupanya tidak diimbangi oleh efisiensi besar-besaran. Meski demikian, gubernur menyebut ada sejumlah pos anggaran yang telah ditekan, seperti biaya pakaian dinas yang dipangkas dari Rp 275,5 juta menjadi Rp 118 juta. Bahkan, pos makan-minum sebesar Rp 1,8 miliar per tahun diminimalkan hingga hanya Rp 500 juta. Begitu pula anggaran perjalanan dinas, disarankan untuk dipotong hingga 50 persen.

Menurut Dedi, langkah efisiensi sengaja diterapkan agar sisa anggaran bisa “ditransfer” kepada warga yang membutuhkan. Salah satu bentuk nyata adalah penundaan distribusi gaji dan tunjangan sebesar Rp 8,1 juta per bulan sampai Desember—yang nantinya akan dipakai untuk kepentingan warga, bukan untuk kesejahteraan kepala daerah semata.

Meski demikian, data menyebutkan bahwa belanja operasional serta fasilitas pejabat tetap fantastis. Total belanja untuk gaji dan tunjangan Gubernur dan Wakilnya mencapai sekitar Rp 33,2 miliar—termasuk gaji pokok, tunjangan beras, tunjangan jabatan, hingga insentif pemungutan pajak daerah. Selain itu, dana operasional DPRD Jawa Barat dalam APBD 2025 juga cukup besar, dan disebut tidak mengalami pengurangan sama sekali, bahkan meski ada instruksi efisiensi anggaran nasional.

Di sisi lain, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa fiskal Jawa Barat saat ini sedang terbatas; dari total APBD sebesar sekitar Rp 31 triliun, sepertiganya sudah tersedot untuk membayar utang masa lalu—seperti utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), tunggakan BPJS, operasional Bandara Kertajati, hingga Masjid Al Jabbar. Pemerintah terpaksa memangkas alokasi, namun menurut Dedi, tidak mengorbankan layanan publik.

Pendekatan Dedi dalam menanggapi kritik: ia membuka obrolan langsung—menyatakan bahwa efisiensi bukan hanya soal angka di buku, tapi soal bagaimana anggaran benar-benar bisa menyentuh rakyat yang membutuhkan—lewat subsidi pangan, beasiswa, maupun mendukung program tanggap darurat daerah. Ia tak keberatan disebut boros, selama dana itu mampu membantu masyarakat secara konkret dan transparan.

Leave a Comment